Toltecayotl: Dualitas Seni Aztec

Ketidakpedulian saya pada lini masa sejarah telah berakibat fatal dan memalukan, khususnya terkait periodesasi kebudayaan Aztec. Dalam benak saya, Aztec adalah kebudayaan kuno mesoamerika–dan apapun yang berjulukan kuno dengan serampangan akan saya masukkan kedalam kotak peradaban ribuan tahun silam. Namun alangkah kelirunya saya atas pembacaan tersebut, karena faktanya, kebudayaan Aztec hanya berjarak enam abad saja–apabila dibandingkan dengan sejarah peradaban manusia, enam abad layaknya kedipan mata. Kekaisaran Aztec berawal pada tahun 1325 atas ramalan seorang tetua suku, Huitzilopochtli. Dengan kata lain, Aztec lahir satu abad setelah Samudera Pasai atau berbarengan dengan kekuasaan Edward II di Inggris. Dalam kurang dari seratus tahun, kebudayaan Aztec telah mencapai puncaknya lengkap dengan tatanan masyarakat yang kompleks, pengetahuan tentang almanak, juga sistem perdagangan yang mampu menggerakkan seluruh wilayah teluk Meksiko bagian tengah. Jantung Aztec adalah kota megah Tenochtitlan, mampu memukau siapapun termasuk Cortez dan armadanya yang lalu menghabisi denyut nadi kebudayaan Aztec pada tahun 1519 dengan dalih kolonialisme.

Timeline – Mesoamerica Civilization (Sumber: the Aztec Empire, Guggenheim Museum)

Kebudayaan Aztec akan menjadi pembuka untuk penelusuran seni mesoamerika-Meksiko selanjutnya[1]. Tentang bagaimana cara menikmati seni Aztec, jawabannya tentu beragam: dapat melalui komik, film, hingga tercantum pada katalog tattoo. Adapun ulasan ini akan menyoroti pahatan dan patung peninggalan Aztec, yang menurut La Fuentes (2005): “The spaces, volumes, times, textures, lines, colors, rhythms, and movements of the “new” objects unfolded and thereby suggested a language of their own”; singkatnya, seni dengan bahasanya sendiri. Walaupun seni Aztec memenuhi fungsi universal sebagai sarana reliji, namun representasi Aztec akan dunia adalah perihal partikular yang sulit dibandingkan. Berdiri di atas peninggalan peradaban ribuan tahun, kekaisaran Aztec mewarisi keahlian komunikasi tertulis melalui logo dan simbol. Sebagai contoh: pahatan yang bagi kita hanya bernilai seni, memiliki makna lain bagi penuturnya[2].

Terdapat lima bentuk utama pahatan Aztec yang telah ditemukan, yaitu figur dewa, manusia, binatang, tanaman dan hybrid. Ksatria jaguar dan elang sebagai simbol kekuatan perang Aztec, atau kalender batu yang merupakan peta astronomi bagi bangsa Aztec adalah contoh pahatan hybrid. Sedangkan figur binatang terlahir dari keahlian para seniman Aztec dalam merealisasikan secara detil berbagai bentuk binatang. Keahlian ini menjadikan seni pahatan Aztec sebagai salah satu seni terbaik pada kebudayaan mesoamerika yang hanya dapat ditandingi oleh kompleksitas seni Inca di Peru. Adapun figur manusia adalah bentuk paling sederhana dengan raut minim ekspresi. Alasan mengapa pahatan figur manusia dibuat seragam masih meninggalkan teka-teki. Namun, sebagaimana dikemukakan di awal: pembacaan seni Aztec melalui bahasa sendiri, akan berujung sia-sia.

Petunjuk dalam pembacaan seni Aztec sedikitnya dapat ditemukan dalam pemaknaan dualitas yang menjadi esensi spiritual bangsa Aztec. Keseimbangan kosmos adalah kunci kreativitas seni Aztec yang melibatkan ‘dialog antara kepala dan hati’ yang secara ideal diwujudkan dalam konsep toltecayotl atau the art of living (León-Portilla dalam Nicholson, 1983). Seorang seniman (toltecatl) yang telah mencapai puncak artistiknya dipandang dapat berkomunikasi dengan dewa. León-Portilla menggambarkan bahwa dualisme memiliki ruang dalam setiap aspek kebudayaan Aztec, diantaranya: pada alam semesta yang bergerak namun terikat, pada pengagungan rasio sekaligus pendewaan hati, atau pada keindahan yang bersandingan dengan pengorbanan. La Fuentes (2005) merangkum interpretasi atas posisi manusia dalam visi cosmos Aztec dalam kalimat sebagai berikut: Manusia merupakan esensi ditengah dualitas alam semesta. Manusia adalah manifestasi energi kehidupan, sedangkan bentuk (raga) hanyalah formalitas.

Keberhasilan menjaga dualitas akan menghantarkan seseorang pada Omeyocan (place of duality), yaitu tingkatan surga tertingi dalam kepercaaan Aztec. Templo Mayor , bangunan sakral yang ikut dihancurkan ketika Tenochtitlan jatuh ke tangan Cortez, secara simbolik adalah pusat dualitas Aztec di muka bumi. Tidak ada niatan bagi pemerintah kolonial untuk melakukan restorasi, dan baru pada awal abad 20 penggalian puing Templo Mayor kembali dilakukan. Alhasil, dunia dikejutkan oleh ledakan seni ‘bangsa matahari’ yang memaksa para peneliti mengkaji ulang tentang sejarah peradaban. Cuauhtémoc, kaisar Aztec terakhir boleh saja mati di tiang gantungan, tapi berbagai jejak peninggalan budaya Aztec membuktikan bahwa kebesaran seni dan tradisi mampu melampaui tragedi.

Dualitas Seni Aztec: Pahatan dalam Berbagai Bentuk

Coatlicue
Apeteosis
Serpent
Seated Monkey
Coyote
Eagle
Tlatecuhtli
Coyolxauhqui Stone
Eagle Warrior
Sun Stone
Flea

 

Sumber Gambar: The Aztec Empire, Guggenheim Museum 

Sumber Bacaan:
Nicholson, H. B., & Keber, E. Q. 1983. Art of Aztec Mexico: Treasures of Tenochtitlan. Washington: National Gallery of Art

La Fuentes, B. 2005. Trace of an Identity. The Aztec Empire.  New York: Guggenheim Museum.

Keterangan:
[1] Sebuah alasan subjektif, yang didasari oleh minimnya pengetahuan saya tentang aspek budaya Aztec secara menyeluruh. Jika tertarik membaca lebih lanjut,  The A to Z of Ancient Mesoamerica karya Joel W. Palka (2010) dapat dijadikan rujukan awal, namun pakar lainnya tidak kekurangan jumlah: Miguel-Leon Portilla, Gary Jennings, David Carrasco, Camilla Townsend, hanya beberapa diantaranya.

[2] Salah satu pahatan paling detil menggambaran kutu; Palka menyatakan pahatan tersebut berfungsi sebagai upaya pengaturan penyebaran hama

Share on:

Leave a Comment