Il Penseroso/L’Allegro (1645/1646)
Dua sajak berjudul Il Penseroso (yang tengah termenung) dan L’Allegro (yang berada dalam suka cita), merupakan karya kembar penyair kenamaan Inggris, John Milton. Ia, yang namanya bersandingan dengan dua raksasa besar kesusastraan Inggris lain: Geoffrey Chaucer dan William Shakespeare, mengklaim dirinya sebagai “a calme and pleasing solitarynes”. Klaim ini sudah barang tentu disangsikan karena datang dari seseorang yang secara terbuka menyindir bishop dan menulis pamflet-pamflet politik sangar. Namun mengingat jasa besarnya dalam inovasi bahasa (Havens, 1961)–sedikit seloroh tanpa dasar tentu bukan masalah (with language, Milton can get away, even from murder :p).
Milton lahir setengah abad setelah Shakespeare, sehingga bukan kebetulan jika karya pertamanya yang tercetak adalah sebuah syair berjudul “Epitaph on the admirable Dramaticke Poet, W. Shakespeare” (circa 1630). Setelahnya, puluhan syair, prosa dan drama, lahir dari tangan Milton (atau lebih tepatnya: didiktekan oleh Milton kepada anak perempuannya, karena menginjak usia 46 Milton mengalami kebutaan). Magnum opusnya, Paradise Lost (1667), tidak mungkin untuk dilewatkan. Namun sebelum memberanikan diri tenggelam dalam kuasa syair mencekam Milton tentang surga dan neraka, ada baiknya sejenak menikmati sajak pastoral Milton yang ia gubah dalam alusi hitam putih: melankolia kontra riang gembira.
“Hence vain deluding Joys,
The brood of Folly without father bred,
How little you bested,
Or fill the fixed mind with all your toys;
Dwell in some idle brain,
And fancies fond with gaudy shapes possess,
As thick and numberless
As the gay motes that people the sunbeams,
Or likest hovering dreams,
The fickle pensioners of Morpheus’ train.”
Bait di atas merupakan pembuka untuk renungan panjang Il Penseroso. Berkisah tentang kehidupan tatkala melankoli melampaui gelak tawa: tidak ada sinar yang menyilaukan atau kelakar berlebihan. Bentukan sajak ini kemudian dikenal dengan sebutan sajak pastoral, yaitu sajak yang hadir dari imajinasi kehidupan di pedesaan. Dalam Il Penseroso potret kehidupan rural tergambar dengan jelas. Tapi alih-alih mengurai mimpi desa yang lugu, Il Penseroso menawarkan kehidupan desa dengan segenap melankolinya: tempat dimana kesucian yang murung bercengkrama dengan kearifan lokal tanpa warna. Tidak ada keterangan jelas dari mana inspirasi untuk Il Penseroso berasal–mengingat posisi keluarganya, Milton dapat dengan mudah berkeliling Eropa–sehingga tempat yang dipenuhi nyanyian sendu burung-burung, mungkin saja ia temui di tengah perjalanan (atau bisa saja rekaan sang penyair semata).
Sweet bird that shunn’st the noise of folly,
Most musical, most melancholy!
Thee, chauntress, oft the woods among,
I woo to hear thy even-song;
Selain menggambarkan kehidupan pedesaan, sajak pastoral memiliki fungsi kedua: yaitu sebagai bentuk eksplorasi gaya hidup ideal para petani desa. Disini, pemaparan Lewalski (2005) membuka cakrawala: bahwa tidak selamanya pencapaian kebahagiaan hadir dalam bentuk gelak tawa. Karena dalam Il Penseroso, Milton menghadirkan kebahadiaan ideal dalam bentuk renungan, pencarian kebijaksanaan, dan visi tentang pengetahuan – yang ia padatkan pada baris penutup: These pleasures, Melancholy, give, And I with thee will choose to live.
Ilustrasi William Blake atas Sajak Pastoral Milton: Il Penseroso
Pembacaan Il Penseroso tidak lengkap apabila melupakan sandingannya: L’Allegro. Dalam sajak satu ini, Milton menawarkan keriangan yang semerta-merta menghilangkan segala melankoli yang ada. Dalam pembukanya, Milton mencoba menyingkirkan melankoli dengan segala cara: dengan menurunkan para dewi, merayakan kelahiran Venus, hingga mengundang sang dewa mabuk, Bachus. Dalam L’Allegro, nyanyian burung dan desir angin berganti menjadi nyanyian pesta dan tegukan anggur tanpa jeda. Dalam L’Allegro, kegelapan sirna dan sinar pagi merekah.
Hence loathed Melancholy,
Of Cerberus, and blackest Midnight born,
In Stygian cave forlorn,
‘Mongst horrid shapes, and shrieks, and sights unholy;
Find out some uncouth cell,
Where brooding Darkness spreads his jealous wings,
And the night-raven sings;
There under ebon shades, and low-brow’d rocks,
As ragged as thy locks,
In dark Cimmerian desert ever dwell.
But come thou goddess fair and free,
In heav’n yclep’d Euphrosyne,
And by men, heart-easing Mirth,
Whom lovely Venus at a birth
With two sister Graces more
To Ivy-crowned Bacchus bore.
Dua sisi ini secara sengaja dihadirkan Milton sebagai sandingan kontras dalam pencarian kebahagiaan ideal. Atas alusi kompleks Milton, kedua sajak tersebut kerap pula dimasukkan ke dalam syair aliran akademia atau aliran neo-klasik. Namun, terlepas dari pengkotak-kotakan sastra, Il Penseroso dan L’Allegro merupakan sebuah deklarasi pencarian ideal. Jika dalam Il Penseroso Milton menapaki jalan melankoli sebagai sumber kebahagiaan; maka pada akhir bait L’Allegro, Milton menulis “These delights if thou canst give, Mirth, with thee I mean to live”.
Perbandingan keduanya memang sangat kontras, namun yang satu memiliki kedalaman dan takaran yang sama dengan yang lain – takaran yang disebut Milton sebagai: kehidupan.
Ilustrasi William Blake atas Sajak Pastoral Milton: L’Allegro
Sumber Gambar: Wikiart/Wikimedia Commons
Sumber Bacaan:
Lewalski, B. (2003). Genre. A Companion to Milton. Thomas Corns (ed.). Oxford: Blackwell Publishing
Havens, R. (1961). The Influence of Milton on English Poetry. New York: Russell & Russell
kontak via editor@antimateri.com