Ali ibn Nafi: Superstar Musik Andalusia

Ibnu Khaldun, dalam Muqaddima (1377)–pada bab berjudul the craft of singing (and music)–mengisahkan keberadaan seorang musisi multitalenta bernama Ziryab yang memiliki kepiawaian bukan hanya memainkan oud[1], tapi juga ahli syair, ilmuwan, sekaligus sosialitet kelas wahid yang memperkenalkan musik dan etiket pada istana Cordoba. Ziryab (berarti “burung hitam” dalam bahasa arab) adalah julukan bagi sang musisi bersuara merdu yang berhasil memukau penguasa Cordoba, Emir Abd al-Rahman II saat itu[2]. Sang burung hitam yang dimaksud Ibnu Khaldun tidak lain adalah Ali ibn Nafi, seorang musisi terusir dari Bagdad[3], yang lalu menetap di Andalusia. Kehadirannya adalah berkah bagi kota ini: karena dengan dukungan istana, Ali ibn Nafi berhasil mendirikan sekolah musik (pertama di dunia) yang melahirkan aliran musik tradisi khas Andalusia, akar bagi flamenco dan musik Afrika Utara (Callaghan, 1983). Dalam sejarah musik klasik Spanyol, nama Ali ibn Nafi jauh lebih berpengaruh daripada Johann Sebastian Bach. Dengan kata lain, ia adalah seorang superstar musik Andalusia.

Oud (sumber gambar: wikipedia)

Selain dituliskan oleh Ibnu Khaldun, nama besar Ali ibn Nafi juga tercantum dalam kumpulan syair berjudul Kitab al-Muqtabis karya Ibnu Hayyan yang ditulis pada kisaran abad 11 M. Sumber lainnya yang kerap dijadikan rujukan berasal dari abad 17 yaitu biografi Ali ibn Nafi bertajuk Nafh˙ al-tıb min ghu˙n al-Andalus al-rat˙ ıb wa-dhikr wazıriha Lis an al-Dın ibn al-Khat˙ıb[4] karya Shihab al-Dın Ah˙mad al-Maqqari. Reynolds (2008), yang mempelajari berbagai sumber tentang sang burung hitam, memberikan kesimpulan: bahwa seiring dengan waktu, Ziryab berubah menjadi mitos–banyak hal ditambahkan juga dihilangkan. Karya al-Maqqari, contohnya, cenderung mengangkat sisi gemilang Ali ibn Nafi dan menempatkannya sebagai figur musisi dan intelektual Cordoba yang tanpa cela. Banyak narasi jujur Ibnu Hayyan yang tidak dimasukkan dalam gubahan ulang al-Maqqari, salah satunya adalah sentimen sebagian publik Cordoba terhadap sosok sang musisi. Ziryab yang ternyata dalam bahasa Persia bermakna lain yaitu ‘gold digger’, kerap berfoya-foya menggunakan kas istana–Ziryab adalah pionir ‘party people’[5] Andalusia, dengan baju transparan, lelucon vulgar dan gaya hidup flamboyan. Upaya al-Maqqari untuk membersihkan nama Ali ibn Nafi nampaknya sia-sia, karena ingatan masyarakat Andalusia akan Ziryab adalah ingatan tentang rockstar dengan imej ‘seks, drug dan rock n roll’ yang ikut melekat didalamnya (Gill, 2008).

Namun tentu saja, beragam mitos seputar Ziryab hanyalah trivial dibandingkan pengaruh besar sang musisi pada perkembangan musik Eropa dan Afrika. Kiprahnya di Andalusia menjadi tonggak dalam beberapa hal (Reynolds, 2008): (1) mengubah pakem musik tradisi timur (yang lahir di wilayah Mekah, Madinah, Damaskus juga Bagdad) melalui kreasi yang dikenal dengan Nabwa[6]; (2) mewariskan gaya nyanyian syair, setidaknya sepuluh ribu lagu tradisi yang diwariskan turun temurun (menurut mitos, syair-syair ini digubah dari hasil perbincangan Ali ibn Nafi dengan Jin); (3) mengembangkan seni pengajaran musik dan lagu (sekolah musiknya bertahan selama dua abad dan menghasilkan jajaran musisi yang menjadi penerus nabwa dan mengembangkan flamenco kemudian); dan (4) revolusi pada pakem instrumen musik petik (oud) dengan menambahkan senar kelima yang memungkinkan kelahiran kord modern gitar yang kita kenal saat ini.

Ziryab berkiprah di penghujung kejayaan Andalusia, namun musiknya seakan hidup kembali ketika flamenco menggema di perbukitan Andalusia. Flamenco sendiri merupakan persinggungan berbagai rasa musik: musik rakyat romawi, musik magis gypsy dan ritmis jazirah arab. Ketiganya hadir dalam porsi yang seimbang, namun akar musik arab dapat dengan mudah dikenali mengacu pada gambaran al-Faruqi (dalam Noakes, n.d): “The ornamental melodic style, the improvisatory rhythmic freedom, the sometimes ‘strange’ (to Western ears) intervals, the segmental structure, and the repeated excursions from and returns to a tonal center are some of the features that indicate Arab influence on cante flamenco“. Dalam perkembangannya, flamenco terbagi menjadi classical flamenco (yang kental dengan nuansa arab) dan folk gitani style (yang dekat dengan akar music gypsy. Namun alur sejarah Spanyol paska kediktatoran Franco memunculkan gerakan seni yang unik, dikenal dengan Andalucismo. Gerakan ini hadir mulai tahun 1975 dengan menyuarakan kerinduan pada akar budaya Andalusia, termasuk musik-musik Ziryab. Memasuki era 1980an dan 90an, gerakan ini semakin kuat dan masuk ke wilayah populer dan memunculkan nama musisi seperti José Heredia Maya dan Enrique Morente yang berkolaborasi dengan the Orquesta Andalusi de Tetouan, juga Juan Peña El Lebrijano’s yang berkolaborasi dengan the Orquesta Andalusi de Tanger. Melalui Andalucismo inilah, jejak musik Ziryab kembali diakrabi.

Mengingat pengaruhnya yang luas dan nostalgia Andalucismo, tidak heran jika banyak musisi yang mengklaim musiknya sebagai aliran turunan dari sang burung hitam. Terkait hal ini, penutup dalam catatan Ibnu Khaldun tentang Ziryab cukup menohok hati, ujarnya: Seni musik adalah seni terakhir yang dikembangkan dalam sejarah peradaban manusia karena musik dihasilkan dari ramuan berbagai puncak kemewahan budaya. Tapi musik jugalah yang pertama kali hilang dari sejarah peradaban–sehingga hanya Sang Pencipta yang tahu [betapa megahnya musik Ziryab]. Ibnu Khaldun menuliskan catatannya pada abad 14, hanya terpisah lima ratus tahun dari pertunjukkan musik Ziryab di istana Cordoba. Kini, dua belas abad kemudian dari petikan oud Ziryab, kita hanya mampu mendengar sayup-sayup kemewahan musiknya melalui interpretasi para musisi tradisional (di Andalusia dan Afrika Utara), juga pada alunan nada-nada flamenco. Sebuah kemewahan, yang menurut Ibnu Khaldun, berupa percikan saja–jauh dari kemewahan mata air.

Pengaruh Musik Andalusia Ali ibn Nafi 

Omar Bashir Enzamble

Paco de Lucia – Ziryab

Sumber Bacaan:
Callaghan, J.F. (1983). A History of Medieval Spain. Cornell University Press.
Gill, J. (2008). Andalucia: A Cultural History. Oxford University Press.
Ibn Khaldoun. (1377). The craft of singing (and music).  The Muqaddima, Bab V, Bagian 31
Noakes, G. (n.d). Explroring Flamenco’s Arab Roots
Reynolds, D.F. (2008). Al-Maqqarı’s Ziryab: The Making of a Myth. Middle Eastern Literatures, 11: 2, 155-168

Keterangan:
[1] Oud merupakan alat petik berbentuk buah pear dengan 11 atau 12 senar yang dikelompokkan menjadi 5 atau 6 nada; umum digunakan pada musik klasik Mesir, Cyprus, Suriah, Libanon, Palestina, Yordania, Irak, Iran, Kurdistan, Yaman, Sudan, Armenia, Yunani, Turli, Azerbaijan, Saudi Arabia, Afrika Utara, dan Andalusia.
[2] Ali Ibn Nafi pertama kali masuk ke wilayah Spanyol pada tahun 822 M
[3] Terdapat berbagai versi cerita tentang pengusiran Ziryab, mulai dari kecemburuan sang guru Ishaq al-Mawsili pada keahlian Ziryab yang melampaui gurunya; hingga cerita tentang tindakan criminal Ziryab di Kufa yang berujung pengusiran.
[4] The Scented Breeze from the Tender Branch of al-Andalus and Mention of its Vizier Lisan al-Dın ibn al-Khat˙ıb
[5] John Gill (2008) membayangkan Ziryab sebagai perpaduan Oscar Wilde, Andy Warhol, Salvador Dali, Orson Welles, Phil Spector, hingga Tony Wilson. Ziryab adalah sosok sentral yang mengendalikan legion musisi dan artisan istana Cordoba, yang dengan ajaibnya, mampu menjaga jarak dari dunia politik.
[6] Kini dikenal sebagai irama dasar pada musik flamenco dan musik di Afrika Utara.

Share on:

Leave a Comment