Nueva Cancion adalah sebutan bagi gerakan musik folk di wilayah Iberian-Amerika pada kisaran 1950 hingga awal 1970. Secara harfiah Nueva Cancion dapat diartikan sebagai New Song (Lagu Baru)–sebuah ‘genre’ yang disematkan pada lagu-lagu rakyat populer di era kebangkitan kembali tradisi folk di Amerika Latin, khususnya Chili dan Argentina. Salah satu figur utamanya, yaitu Violeta Parra, telah diurai pada ulasan bagian pertama. Adapun pada bagian kedua ini, penelusuran jejak sosial politik Nueva Cancion menjadi menu yang sulit untuk dilewatkan mengingat kentalnya narasi identitas dan ideologis dalam musik dan liriknya. Dua poin utama akan diurai: muassal gerakan dan identitas sosial politik. Walaupun pada dasarnya, kedua poin tersebut adalah penjelas tambahan bagi sesuatu yang lebih mengasyikkan: yaitu apresiasi pada musik folk tradisi Andes yang memukau.
Persinggungan musik dengan politik bukanlah hal baru–dan Nueva Cancion hanyalah satu diantara ragam bentuk musik yang kerap disandingkan dengan narasi-narasi ideologis. Di satu sisi, pandangan ini ada benarnya, karena di beberapa negara Latin, musik adalah media dalam menyuarakan gagasan politik, sebagai contoh: Encuentro de la Cancion Protesta (Protest Song Meeting) yang dilaksanakan pada tahun 1967 di Kuba, atau kampanye Allende di Chili yang berbunyi ‘No hay revolucion sin canciones’, (there is no revolution without songs). Tidak dapat dipungkiri bahwa Musik adalah senjata ampuh untuk menyentuh massa melalui sisipan agenda politik dalam setiap alunan liriknya. Namun di sisi lain, adalah sebuah kesalahan besar untuk menganggap Nueva Cancion sebagai media dan sarana politik semata mengingat kuatnya tradisi musik yang mengakar di Amerika Latin. Di Chili, sebagai contohnya, Nueva Cancion bukanlah semata-mata musik politik, karena di dalamnya terangkum akar tradisi musik folk, estetika budaya Andes, serta soundscape (karakter suara khas) yang lahir secara alamiah di tangan para musisinya. Pertemuan antara gagasan folk tradisi dengan reformasi sosial masyarakat, memberi nuansa tersendiri pada perkembangan musik Nueva Cancion.
Terlepas dari gegap gempita pertarungan politik, Nueva Cancion adalah musik dengan sublimitas tersendiri. Kekuatannya terletak pada intensitas lirik dengan iringan musik folk khas yang mampu membedakan diri dengan musik mana pun. Fairley (1985) menyebutkan beberapa instrumen musik yang kerap digunakan untuk membangun karakter soundscape folk tradisi Andes, di antaranya seruling bambu quenas, instrumen senar mestizo hibrida seperti charango, cuatro, instrumen perkusi seperti bombo, maracas, claves, atau guiros–selain dari penggunaan instrumen modern seperti gitar dan bas elektrik serta drum dalam perkembangan selanjutnya. Adapun model pertunjukan didominasi oleh dua bentuk: pertama, model solois seperti Violeta Parra atau Atahualpa Yupanqui; kedua, model grup seperti Los Cuatro Huasos atau Los Jaivas. Nama-nama tersebut mewakili gambaran umum Nueva Cancion, sebuah genre yang mampu menjembatani banyak hal: tradisi dan modernitas, juga politik dan estetika.
Lebih lanjut, Fairley (1985) menyatakan bahwa periode kunci perkembangan Nueva Cancion dimulai pada akhir 1940-an hingga awal 1950-an. Periode ini menjadi penting sejalan dengan modernisasi dan industrialisasi yang telah mengubah lanskap musik dunia, termasuk Amerika Latin. Nueva Cancion lahir dalam era transisi ini; dengan memadukan budaya musik tradisi dari modernisme, para musisi Nueva Cancion mengambil inspirasi dari akar folk lalu menyandingkannya dengan musik modern hingga terbentuklah bahasa musik baru [Nueva Cancion]. Modernisasi dan industrialisasi musik (baik dalam teknologi rekaman ataupun distribusi) secara dinamis memengaruhi transmisi, kreasi, produksi, dan konsumsi musik di Amerika Latin. Dalam waktu singkat booming musik folk (dalam bentuk Nueva Cancion/neo-folk) menjangkiti Chili dan Argentina, yang lalu menjadi semacam ‘pengeras suara’ bagi popularitas musik Latin di kancah internasional. Namun, bukan Nueva Cancion namanya jika tanpa tikungan sosial politik–karena bersamaan dengan menguatnya popularitas musik, narasi-narasi sosial dan cita-cita reformasi masyarakat, semakin kuat disuarakan dalam lirik-liriknya.
Muasal identitas politik Nueva Cancion dapat ditelusur setidaknya dari dua sebab, yaitu: kepemilikan partai politik atas stasiun radio; dan pembiayaan partai politik untuk produksi lagu/musisi tertentu. Kuatnya pengaruh partai politik dalam industri musik, berujung pada hilangnya sifat perkembangan musik organik di masyarakat. Festival musik berubah menjadi platform politik: seperti Festival Musik Kuba (festival yang diadakan empat tahun sekali ini lantas berubah menjadi ajang musik penuh jargon politik), demikian pula Festival musik di Meksiko, Nikaragua, Ekuador, dan Argentina. Di Chili, khususnya, pertunjukkan Nueva Cancion dilakukan dalam lingkup yang lebih interaktif (Pena), di mana kelompok intelektual (biasanya diwakili oleh mahasiswa), pekerja, dan musisi profesional, saling menyampaikan gagasan politiknya lewat lagu. Puncaknya adalah dengan diadakannya Primer Congreso Nacional de Poetas y Cantores Populares de Chile, pada 15 hingga 18 April 1952 yang mempertemukan para penyair dan penyanyi populer dalam sebuah kongres untuk membahas peran syair, puisi dan lirik dalam perjuangan rakyat. Kongres ini menginspirasi munculnya banyak musisi yang mengusung musik folklorist, seperti Cuncumen, Victor Jara, Margot Loyola, Richard Rojas, dan tentu saja sang pionir, Violeta Parra. Mengacu pada bentuk-bentuk di atas, baik festival, pertunjukkan terbatas ataupun kongres, Nueva Cancion memiliki fungsi melebihi ekspresif musik, yaitu sebagai pembentuk kesadaran identitas, yang disuarakan (baca: dinyanyikan) secara aktif oleh generasi muda kala itu (Fairley et al, 2014).
Namun, kebangkitan folk Amerika Latin hancur lebur dihantam gempuran rejim otoriter ketika memasuki awal 1970an. Di Chili, pemerintahan Augusto Pinochet memakan ribuan korban, di antaranya para musisi dan seniman (salah satu korban yang terkenal adakah musisi Victor Jara); sedangkan junta militer Argentina, Proceso de Reorganización Nacional, bertanggung jawab atas hilangnya lebih dari tiga puluh ribu jiwa. Pada periode ini, para musisi yang berhasil lolos meminta perlindungan di negeri tetangga ataupun melarikan diri ke Eropa. Beberapa mencoba membangkitkan kembali gerakan Nueva Cancion, namun gaung dari tanah pengasingan terlampau sulit untuk didengar. Memasuki tahun 1980an, pergeseran politik mulai memberikan ruang bagi demokrasi, dan juga pertunjukkan musik. Beberapa musisi, baik solo ataupun grup, muncul kembali dan berupaya membangkitkan era keemasan Nueva Cancion (termasuk di dalamnya grup seperti Inti-Illimani dan Quilapayun), tapi komentar Fairley (1985) atas upaya ini rasanya tepat sasaran (dan agak menohok): “The shifting political focus on the continent also reveals itself musically”. Dengan kata lain, Nueva Cancion adalah definisi sebuah jaman, keberadaannya dapat dikenang, tapi tidak untuk dihidupkan kembali. Sulit rasanya menemukan tanding untuk repetoar Nueva Cancion: tidak bertele-tele, namun tetap menyajikan percakapan yang puitis.
Sumber Bacaan:
Fairley, J. 1985. Annotated Bibliography of Latin-American Popular Music with Particular Reference to Chile and to Nueva Cancion. Popular Music, Vol. 5: 305-356.
Fairley, J. 2014. Living Politics, Making Music: The Writings of Jan Fairley. (Eds. S. Frith, S. Rijven dan I. Christie). Ashgate Publisher
kontak via editor@antimateri.com