Velázquez (III): Painter of Painters

Outro

Posisi Diego Velázquez sebagai pelopor gaya Baroq Spanyol sekaligus pelukis istana–memberikan gambaran tentang pentingnya peran Velázquez sebagai pilar kebudayaan di era Philip IV. Namun, ketika pengakuan akan kebesaran karyanya datang dari seorang maestro lukis dengan reputasi tersohor, juga dari seorang akademisi terkemuka yang tidak kalah tersohor, maka kebesaran nama Diego Velázquez, semakin tak terbantahkan. Tersebutlah Édouard Manet–sang pioneer gaya lukis modern–yang menyematkan julukan “painter of painters” kepada Velazquez (Carr & Bray, 2006) . Pujian ini adalah pengakuan tertinggi bagi seorang maestro dari maestro lainnya, menunjukkan apresiasi, hormat, serta kekaguman tanpa batas. Manet sendiri secara terang-terangan menyebut pengaruh besar Velazquez dalam idiosinkratik lukisannya. Dua hal utama, yaitu: (1) eksposisi subjek (dengan meminimalisir latar) sebagaimana ditemukan dalam lukisan-lukisan Bodegon Velazquez, dan (2) pembebasan gaya yang mendobrak pakem dan tradisi kerap ditampilkan Velazquez (seperti re-interpretasi cerita Biblikal dan mitologi, atau pembaruan pada pakem lukisan portrait). Mengacu pada kedua hal tersebut, lukisan Velázquez menjadi semacam gaya proto-modern yang memberi jalan pada kelahiran lukisan modern Manet, diantaranya lukisan Le Déjeuner sur l’herbe. Pembaruan ini, lantas diurai dengan tajam oleh tokoh lain yang meletakkan kekagumannya pada karya Velázquez, dalam buku bertajuk Les Mots et les Choses: Une archéologie des sciences humaines (1966) (The Order of Things: An Archaeology of the Human Sciences, 1970). Tokoh tersebut tidak lain dari Michel Foucault–filsuf sejarawan yang menggali modernistas hingga ke akar-akarnya. Dalam buku The Order of Things, Foucault menggunakan lukisan La Meninas (gambar muka) karya Velazquez guna memberikan analogi detil tentang perubahan paradigma berpikir masyarakat. Dengan kata lain: dalam La Meninas, Foucault menemukan dobrakan epistimologis, dimana pemisahan subjek  dan objek menjadi kabur (salah satunya melalui simbolisasi sang pelukis–Velazquez–memasukkan dirinya ke dalam lukisan). Melalui interpretasi atas perubahan relasi antara subjek dan objek ini, Foucault membangun gagasannya tentang epistimologi masyarakat modern, dimana order (keteraturan) bukan lagi soal pilar-pilar tradisi dan reliji, tapi pemaknaan manusia atas relasinya dengan manusia lain. Uraian lebih lanjut Foucault tentang relasi pelukis dan penikmat lukisan, dapat dilihat pada buku bertajuk Manet and the Object of Painting–buku yang ditulis Foucault atas dasar obsesinya pada lukisan modern. Namun, tidak dapat disangsikan bahwa paradigma [seni lukis] modern telah dimulai sejak Velázquez membuat katalog kedai-kedai mabuk di sudut Sevilla, jauh sebelum ia dinobatkan menjadi pelukis istana. Karya-karnyanya berbicara dengan sendirinya–namun, apresiasi dan rasa hormat yang disematkan oleh para maestro dunia kepada sang “painter of painters”, adalah kemegahan tersendiri. Manet, tidak sendiri–bersamanya terdapat jajaran maestro lukis dunia yang terpengaruh karya-karya Velázquez, diantaranya: Francesco Goya, Juan Carreno de Miranda, dan juga Picasso. Alhasil, adalah lazim jika nama besar Velázquez disandingkan dengan renaisans budaya Spanyol. “He has astonished me, he has ravished me”, adalah ungkapan Manet akan keranjingan akutnya pada karya-karya sang Maestro lukis Spanyol (Ortiz dkk, 1989); tapi rasanya, siapapun akan mengangguk setuju.

El Triunfo de Baco o Los Borrachos
Fábula de Mercurio y Argos
Simon Rojas
Retrato de la infanta Margarita
Rokeby Venus
El bufón el Primo

 

Sumber Gambar: Wikimedia arts

Sumber Bacaan:
Carr, Dawson W. & Bray, Xavier (2006). Velázquez. London: National Gallery
Foucault, M. (1970). The Order of Things: An Archaeology of the Human Sciences. New York: Pantheon Books
Foucault, M. (2009). Manet and the Object of Painting. (terj: Matthew Barr). London: Tate Publishing.
Ortiz, D., Antonio, Pérez Sánchez, A.E., & Gállego, J. (1989). Velázquez. Met Museum.

Share on:

Leave a Comment