Pelukis kenamaan India itu bernama Abanindranath Tagore, keponakan dari sastrawan besar India, Rabindranath Tagore. Dalam tulisan kali ini, karya-karya Abanindranath akan menjadi pembuka bagi pembahasan lebih jauh tentang lanskap lukisan india, khususnya seni lukis modern (yang diwakili oleh Bengal Art School atau Aliran Seni Bengali) dan tradisi lukis klasik yang akan dibahas pada tulisan selanjutnya. Walaupun jauh dari gambaran utuh tentang khasanah seni lukis india, keasyikan dalam menelusur lanskap estetika India, adalah alasan yang cukup untuk memulai tulisan singkat ini.
Pada awal karirnya, Abanindranath dibayangi nama besar sang Paman, bahkan kesalahan baca (seperti yang saya alami), khususnya bagi pembaca dari luar India, adalah hal yang kerap ditemukan. Namun kebingungan ini sirna seketika setelah Abanindranath dinobatkan sebagai figur utama aliran lukis Bengali (Bengal Art School). Dalam sejarah seni lukis India, hanya ada satu Tagore yang dikenal sebagai penggagas gaya estetika dan teknik lukis India modern, yaitu: Abanindranath Tagore. Ia berkarya pada masa peralihan abad, yaitu akhir abad 19 yang ditandai dengan lahirnya beragam aliran seni lukis, dan awal abad 20 dimana seni semakin sarat dengan warna politis.
Lukisan Abanindranath tepat berada pada dua pusaran tersebut. Pengaruh aliran seni eropa, khususnya dalam segi sudut pandang, menjadi pijakan Abanindranath dalam pengembangan gaya lukisnya. Abanindranath menanggalkan Gaya Mughal (yang dikenal dengan sudut pandang datar, lihat gambar di bawah) dan mengadopsi sudut “pandangan mata” sebagaimana dianut oleh aliran seni realisme ataupun akademisme (lihat gambar). Gaya estetika Rajput merupakan gaya estetika tradisional India lain yang mulai ditinggalkan oleh para pelukis India pada akhir abad 19. Bertolak belakang dengan lukisan tradisional Rajput yang ditujukan sebagai bentuk dekoratif (hiasan istana) atau miniatur (pemanis halaman buku), ditangan para pembaharu seni Bengali, lukisan lalu dialihkan kedalam kanvas dan difungsikan sebagai karya seni dalam arti yang kita ketahui saat ini (high art). Bersama Abanindranath, terdapat nama pelukis lain dalam aliran Bengali antara lain Gaganendranath Tagore, M.A.R Chughtai, Asit Kumar Haldar, Kshitindranath Majumdar, Sunayani Devi, Kalipada Ghoshal, Sughra Rababi, Nandalal Bose dan Sudhir Khastgir.
Lalu apa yang menjadikan Abanindranath Tagore dinobatkan sebagai figur utama dalam aliran seni Bengali? Ternyata muasalnya tidak lain dari narasi politik yang kala itu digaungkan di hampir seluruh wilayah terjajah: nasionalisme. Pergulatan anti-kolonialisme dan semangat nasionalisme yang juga mengemuka di India ketika memasuki awal abad 20, pada satu titik, membutuhkan sebuah simbol yang mampu menyatukan berbagai faksi. Di tengah kekosongan simbol tersebut, hadirlah Bharat Mata (Mother India) karya Abanindranath yang selesai dilukis pada kisaran 1905. Lukisan ini langsung didaulat sebagai representasi nasionalisme India yang dibangun atas dasar gabungan antara identitas budaya, politik anti kolonialisme, ekstrimiste revolusioner dan kritik orientalisme. Bharat Mata dipandang sebagai esensi India, dimana dunia spiritual senantiasa memberi jalan bagi dunia material–suatu hal yang sama sekali bersebrangan dengan gagasan material ‘Barat’. Abanindranath sendiri tidak secara langsung bersinggungan dengan gerakan nasionalis. Seperti halnya sang Paman, Abanindranath menentang gerakan ekstrimisme nasionalis India saat itu yang menggunakan Hinduisme sebagai pijakan perekat identitas. Namun perbedaan pandangan tersebut tidak lantas menihilkan keberadaan Bharat Mata sebagai simbol identitas politik dan budaya India, sekaligus simbol kebangkitan seni lukis modern di India.
Terlepas dari penafsiran politik dan gegap gempita nasionalisme yang disandingkan dengan lukisan-lukisannya–jajaran karya Abanindranath adalah sebuah dunia tersendiri. Pada dunia inilah (dan bukan pada realita politik), kita dapat bersentuhan dengan gagasan estetika Abanindranath secara nyata. Dalam segi teknik, lukisan Abanindranath adalah eksperimen dari berbagai gaya yang memadukan antara tradisi Mughal dan Rajput, seni realisme Eropa hingga teknik seni sapuan kuas Jepang (yang dikenal dengan Japonisme). Adapun dari segi tema, lukisannya adalah sebuah refleksi: pada pemaknaan diri dan spiritualitas. Ungkapnya: “Do you not realise that beauty is not something external and that it lies deep within? Soak your heart first in the shower of Kalidasa’s poetry, then lift your eyes towards the sky”. Sisi reflektif inilah yang membedakan aliran seni Bengali dengan aliran seni lain yang hadir di India pada kurun waktu yang sama. Ketika aliran lain sibuk bercermin pada perkembangan gaya lukis Eropa, Abanindranath mengajak seniman untuk lebur dalam puisi dan baris Kalisada. Alhasil, hadirlah lukisan India modern, tanpa kehilangan sakralitasnya.
Dengan kata lain, lukisan Abanindranath adalah sebuah jembatan imajiner yang menghubungkan antara jejak lukisan klasik dan pengaruh seni lukis modern. Lukisan Abanindranath juga memberi jalan bagi persinggungan antara budaya India dan budaya Asia lainnya, seperti Arab, Persia, Cina dan Jepang (yang dapat ditemukan dalam seri tematik lukisannya). Dengan menikmati karyanya, semakin jelas mengapa ia begitu menentang produk nasionalisme kaku yang ditawarkan para ekstrirmis anti-kolonialisme India yang berpijak pada narasi identitas picik. Sebagaimana dikemukakan oleh Banerji (2009) bahwa dalam kamus Abanindranath, kemerdekaan terletak pada kapasitas untuk menjadi diri sendiri, bersandingan setara dengan bangsa dan budaya lainnya.
Lukisan India: Abanindranath Tagore, Figur Utama Aliran Lukis Bengali
Sumber Lukisan: Wikiart
Sumber Bacaan:
Bakhtin, M. M. (1981). The Dialogic Imagination: Four Essays. Austin: University of Texas Press.
Banerji, D. (2009). The Alternate Nation of Abanindranath Tagore. Sage Publication.
Das, V. (2018). The Genius of Abanindranath Tagore. The Art Soul Life Magazine.
kontak via editor@antimateri.com