Jika ada benda paling berpengaruh dalam hidup seorang Duane Allman selain gitar dan sepeda motor, mungkin benda itu adalah botol obat dan buah peach. Ada kisah menarik dari dua benda yang mengubah hidup sang dewa gitar tersebut, tapi akan saya ceritakan nanti saja – mari kita mulai tulisan ini dari segi yang paling digandrungi oleh para pembaca ulasan musik: peringkat dalam Greatest Rock Guitarists of All Time. Nama Duane Allman berada pada urutan kedua di tahta Greatest Rock Guitarists of All Time versi Rolling Stone – hanya dibawah Jimi Hendrix dan diatas semua nama gitaris rock yang ada dimuka bumi. Tentu saja bukan tanpa alasan mengapa tempat ini diberikan pada Duane, karena dalam karirnya yang singkat (bahkan lebih singkat dari Hendrix), ia telah memberikan pengaruh bukan saja dalam teknik permainan dan daftar panjang karya-karyanya, tapi sebagai peletak sebuah genre yang kemudian dikenal dengan sebutan musik Southern Rock – genre yang menggabungkan blues/country/rock dan berkembang pada awal era 1970an dengan beberapa band terkemuka antara lain: The Allman Brothers, Canned Heat, Lynyrd Skynrd, dan Credence Clearwater Revival.
Namun, walaupun memiliki pengaruh yang begitu kuat, Duane Allman terasa kurang iconic jika dibandingkan dengan Hendrix atau gitaris tingkat dewa lainnya, semisal Eric Clapton, Tony Iommi atau Jimmy Page – setidaknya saya belum pernah melihat sosoknya dijadikan sarana pemasaran bagi penjualan kaos bergambar musisi dan rasanya posternya pun jarang dipampang di tempat penjualan kaset ataupun piringan hitam. Hal ini memang kurang substansial dari segi musikalitas, namun menjadi point penting dalam kerangka karir Duane Allman. Duane dan adiknya, Gregg, memulai karir musiknya pada tahun 1961 sebagai musisi lokal yang bermain dari panggung ke panggung dengan mengusung band benama The Escorts, Allman Joy dan The Hour Glass. Walaupun telah memiliki konsep musik yang jelas, ketiganya gagal menembus pasar sehingga pada tahun 1968, The Hour Glass memutuskan untuk bubar. Pada fase inilah Duane mengalami perubahan besar dalam karirnya – ia ditarik sebagai session man untuk mengisi gitar pada album Wilson Pickett, dan lahirlah sebuah kolaborasi mengangumkan melalui interpretasi lagu the Beatles, Hey Jude (Wilson Pickett, 1968)
Kolaborasi ini langsung melambungkan namanya sebagai salah satu session man paling diincar, sehingga kolaborasi Duane selanjutnya adalah dengan nama-nama terkemuka, yaitu Boz Scaggs (melalui single terkenal Loan Me a Dime), Herbie Mann, The Gratefull Dead, King Curtis, hingga Aretha Franklin. Namun, sebagaimana session man pada umumnya, walaupun bakatnya diakui, ia selalu berada di balik nama besar kolaboratornya – dan kita baru menyadari, terkaget-kaget dan kemudian penasaran siapa dibalik sebuah karya ketika mendengarkan permainannya. Begitupun dalam kolaborasinya bersama Aretha Franklin ketika membawakan ulang The Weight karya The Band, Duane memang tidak seterkenal Aretha, namun tidak ada yang bisa mengesampingkan permainan gitarnya yang memukau.
Duane yang pada akhirnya bosan dengan ritunitas sebagai session man, memutuskan untuk membentuk band bersama Dicky Betts (gitar), Berry Oakley (bass), Butch Trucks (drums), dan Jaimoe Johanson (drums), serta tidak ketinggalan Gregg Allman, sang adik, yang dipaksanya untuk mengisi vokal – dan terbentuklah The Allman Brothers dalam waktu semalam: seketika mereka menemukan ikatan magis dalam permainan mereka dan dengan materi dari ketiga band sebelumnya, The Allman Brothers pun langsung mencari panggung untuk ditaklukan.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi The Allman Brothers untuk menemukan popularitas – publik nampaknya penasaran pada konsep yang diusung band ini: permainan blues kasar pada duet gitar Dicky Betts dan Duane Allman, pertunjukkan gitar slide Duane yang saat itu masih jarang dilakukan, dan keberadaan Jaimoe yang menjadi anomali di daerah selatan yang dikenal rasis (“bagaimana mungkin seorang kulit hitam bisa berada di band kulit putih” adalah respon awal publik terhadap The Allman Brothers). Popularitas membawa mereka untuk tampil di sejumlah tempat terkemuka, diantaranya Whisky a Go Go dan Filmore East. Dan melalui The Allman Brothers, Duane meletakkan dirinya sebagai figur terkemuka – ia tidak lagi dibayangi bintang lain yang lebih terang, dan publik lantas mengenalnya dengan sebutan “Skydog”.
The Allman Brothers at Fillmore East dirilis pada tahun 1971 menjadi salah satu tonggak bagi nama besar The Allman Brothers bersama dua album awal lainnya, The Allman Brothers Band (1969), dan Idlewild South (1970). Musik mereka memiliki pengikutnya tersendiri dan basis fans yang luas bukan hanya di wilayah bagian selatan Amerika. Hebatnya, salah satu dari fans, khususnya fans Duane, tidak lain adalah Eric Clapton – yang setelah mendengarkan gitar Duane dalam Hey Jude, bertekad untuk berkolaborasi dengannya. Kesempatan ini muncul ketika Clapton menggarap album bersama Derek and the Dominos di Criteria Studio, yang dalam waktu bersamaan The Allman Brothers tengah mengerjakan album Idlewild South pada studio yang sama. Pertemuan dua gitaris ini menghasilkan kolaborasi “megah” dalam jam session non-stop selama 18 jam (Eric Clapton & Duane Allman Studio Jams, 1970), dan berlanjut pada sumbangan Duane dalam 11 lagu pada album Layla and Other Assorted Love Songs, termasuk slide terkenalnya dalam pembuka lagu Layla. Puas akan kolaborasi tersebut, Clapton lantas mengajak Duane untuk bergabung bersama Derek and the Dominos, namun Duane menolak dan memutuskan untuk kembali ke selatan bersama The Allman Brothers.
Paska dirilisnya at Fillmore East (1971), The Allman Brothers merancang konsep Album selanjutnya yang berjudul Eat a Peach, namun kecelakaan fatal merenggut nyawa sang gitaris, dan Duane Allman meninggal pada 29 Oktober 1971 ketika motor favorit yang dikendarainya menabrak truk di jalanan Macon, Georgia. Kejadian ini menimbulkan shock bagi band dan kalangan musisi lainnya, bahwa sang gitaris perfeksionis pergi begitu cepat. Shock ini muncul karena Duane bukanlah musisi dengan konsep self-destruct layaknya Hendrix, Joplin atau Morrison – para musisi mesiah yang mendahuluinya – hingga tidak seorangpun melihat maut di wajahnya.
Duane Allman adalah sebuah kisah tragis lain dalam dunia musik – namun sebagaimana dengan musisi lainnya, cara terbaik untuk menghormatinya bukanlah dengan meratapi kepergian sang gitaris, tapi dengan mengapresiasi karya dan pengaruhnya pada dunia musik. Disinilah kita bersinggungan dengan botol (obat) dan buah peach – dua benda yang memiliki nilai tersendiri bagi Duane Allman. Botol obat adalah kisah yang diceritakan Gregg, sang adik, ketika mengunjungi Duane yang tengah sakit pada pertengahan 1968. Ia datang membawa sebotol obat (decongestant) dan rekaman Taj Mahal – tapi alih-alih meminum obatnya, Duane membuang seluruh isinya, membersihkan labelnya, mengambil gitar lalu memainkan seluruh rekaman Taj Mahal dengan botol obat untuk menciptakan efek slide[1]– dan efek “botol obat” tersebutlah yang menempatkannya di kursi nomor dua gitaris terbaik di dunia, karena ia pada akhirnya dikenal sebagai gitaris pertama dalam kancah rock and roll yang menggunakan efek slide giutar.
Sedangkan tentang buah peach, kisahnya bersangkutan dengan revolusi hippies dan gagasan damai ala Duane. Dibalik penampilannya yang sangat anti-kemapanan (di daerah selatan, kaos seenaknya dan rambut gondrong dianggap lebih rendah daripada “negro”), Duane ternyata tidak sepaham dengan anak muda kebanyakan tentang revolusi damai yang diusung beramai-ramai paska Summer of Love. Ia memandang bahwa perang dan damai adalah sesuatu yang harus berjalan dengan sendirinya. Duane tidak percaya revolusi – menurutnya yang ada hanya evolusi: semua akan berjalan seiring waktu, dan ketika ditanya “what will you do for peace?”, Duane menjawab: I’ll eat a peach![2]. Atas pandangan anti-revolusinya ini, ia tidak terbawa arus saat itu yang menjadikan San Francisco sebagai kiblat dan muara segala pergerakan, termasuk musik, dan memutuskan untuk tetap berada di Selatan – hal ini menjadi salah satu alasan mengapa ia tidak menjadi icon seperti Hendrix: karena Duane memutuskan untuk berada diluar jalur “populer” sejarah hippies. Namun ternyata, pandangan personalnya memiliki pengaruh yang cukup besar – jika saja ia berpandangan lain, maka musik Southern Rock tidak akan muncul, karena embrio genre tersebut lahir ketika Duane mengawali karir profesionalnya di Alabama, baik sebagai session man ataupun bersama The Allman Brothers, dalam sebuah studio bernama FAME.
Di sisi lain, Duane memiliki reputasi sendiri dikalangan musisi: ia tidak hanya dikenal karena teknik atau pengaruh luasnya dalam musik Southern Rock saja, tapi sebagai musisi yang mampu membuat musik mencapai angkasa – dari sinilah ia mendapatkan nama Skydog. Berbagai versi muncul tentang bagaimana Duane memperoleh nama tersebut, salah satunya berasal dari penyebutan Wilson Picket padanya: Skyman. Picket yang begitu terkesan pada permainan Duane menganggapnya berasal dari angkasa sehingga musik yang ia ciptakanpun mampu mencapai angkasa. Namun pujian tersebut kemudian dirusak oleh kawan-kawannya, menggantinya menjadi Skydog, karena menurut mereka, Duane kerap berpenampilan kusam dan urakan, seperti anjing. Versi lain menyatakan bahwa Skydog didapatkan Duane karena ia seringkali muncul tiba-tiba dalam rekaman (siapapun), memberi sumbang saran atau membantu mengisi beberapa bagian gitar, lalu pergi begitu saja, menghilang ke angkasa.
Dan tanpa disadari, pada akhir hidupnya pun Duane tetaplah Skydog – ia pergi begitu saja. Kepergiannya memiliki beragam arti: bagi bandnya adalah langkah untuk tetap maju, karena setelah kepergian Duane, The Allman Brothers tetap berkarya bahkan empat dekade setelahnya (dalam setiap pertunjukkan, Gregg selalu menempatkan gitar milik Duane di panggung). Bagi pendengarnya adalah sebuah penghormatan atas karya dan gagasan musik yang ia wariskan. Sedangkan bagi musisi yang pernah berkolaborasi dengannya adalah sebuah kesepakatan, bahwa inti kehebatan Duane Allman bukan terletak pada kelihaian dan teknik gitarnya, tapi pada daya magisnya untuk mengeluarkan kemampuan terbaik dari setiap kolaboratornya, sehingga dunia senantiasa mengenang: the magical touch of Skydog.
Keterangan:
[1] Obrecht, Jas, ‘Duane Allman remembered’, Guitar Player, October 1981, Vol. 15, no 10
[2] History of Southern Rock
kontak via editor@antimateri.com