Dari puluhan lagu Pink Floyd yang pernah terekam, tersebarluaskan, dialih-mediakan, dibajak, lalu sampai ke telinga saya – di luar proyek solo Syd Barret yang menempati ruang imajinernya tersendiri –, interstellar overdrive adalah lagu yang dengan sukarela saya putar beratus-ratus kali tanpa jeda dan tanpa selingan dari lagu lain. Lagu, atau tepatnya komposisi ini tanpa lirik. Seperti layaknya sebuah pencarian, petunjuk arah malah akan menjauhkan makna pencarian itu sendiri – kira-kira demikianlah posisi lirik dalam komposisi gubahan Barret dan kawan-kawan yang ditulis tahun 1966 dan dirilis setahun kemudian dalam album The Piper At The Gates Of Dawn. Interstellar Overdrive berada pada urutan ketujuh dalam album tersebut – sebuah penempatan yang menarik karena seakan-akan melalui lagu sebelumnya kita telah dipersiapkan untuk menuju sebuah titik: titik transendensi yang mengaburkan batasan nada – sebuah pencapaian spiritual seorang musisi yang hanya bisa dipahami oleh para penikmat dengan kadar interpretasi berlebihan.
Dari sudut pandang inilah kemudian saya memulai tulisan ini, sebuah sudut pandang sok interpretatif yang bahkan musisinya sendiri pun bisa saja tidak setuju. Tapi, musisi, seperti halnya penulis, pelukis dan seniman lainnya, sudah mati ketika karyanya sampai ditangan orang kedua – kalimat ini berlaku pula bagi Syd Barret, yang kebetulan memang sudah mati dalam makna denotatif. Ketika interpretasi dilakukan pada sebuah komposisi atau lagu, terlepas dari tujuan atau bahkan pemaknaan sang musisi, maka komposisi akan dipahami setidaknya dalam dua bentuk, sebagai lagu cinta atau sebagai lagu spiritual. Sebuah lagu, bahkan dalam bentuknya yang paling kasar sekalipun dapat menjadi lagu cinta jika berada di tangan para penikmat fanatis – jiwa-jiwa yang patuh – yang memiliki kebutuhan submisif akan sebuah makna yang diorasikan oleh musisi-musisi setengah dewa yang mereka puja sepenuh hati. Sedangkan sebuah lagu menjadi penuh makna spiritual jika berada di tangan para penikmat purposif – jiwa-jiwa gelisah – yang melakukan pencarian, apapun itu, melalui musik yang didengarnya, tanpa menjadikannya tunduk dalam batasan kerangka nada sebuah komposisi. Lagu atau musik, bagi penikmat jenis ini, adalah sebuah katalis.
Lalu apa yang dapat dicari dalam Interstellar Overdrive?, sungguh bukan tujuan saya untuk mendefinisikannya disini dan menjadi spoiler bagi tumbuh kembangnya imajinasi, tapi saya bisa menggambarkan dua hal menarik dari komposisi ini. Pertama, Interstellar Overdrive merupakan tatanan musik progresif yang nyaman tanpa kehilangan keliaran melodinya. Kedua, Interstellar Overdrive pada dasarnya adalah sebuah katalis yang dengan sendirinya meminta dimaknai ulang oleh setiap pendengarnya dari tipe manapun. Pada poin kedua lah saya menempatkan Interstellar Overdrive secara personal, sebagai sebuah pencarian. Saya bisa mengatakan bahwa kekaguman saya pada lagu ini sudah lewat satu dekade lalu ketika saya pertama kali menemukannya. Dan hanya dengan mencapai fase post-worshiping inilah, maka wujud nyata sebuah komposisi akan terlihat dengan jelas. Ia bisa mewujud menjadi secangkir kopi di pagi hari, atau potongan minggu pagi yang cerah. Tapi dalam kasus Interstellar Overdrive, ia mewujud sebagai sebuah suluk kuno yang berbicara bahasa purba tentang susunan mandala alam semesta. Dan mereka mengatakan Barret gila.
Interstellar Overdrive – Pink Floyd (1967)
kontak via editor@antimateri.com
Suka banget sama tulisannya!
Keren!
Halo Teh, aku menikmati interpretasi nya.. terus kebawah, wah ternyata tulisan dosen aku. Keren!