unfollow part. 2 (masih tentang greget kekinian)
“Aku menghormatinya dengan mengajaknya adu argumentasi. Aku menghormatinya dengan menghantam pikiran-pikirannya yang ternyata banyak keliru. Aku pikir dia akan merasa
“Aku menghormatinya dengan mengajaknya adu argumentasi. Aku menghormatinya dengan menghantam pikiran-pikirannya yang ternyata banyak keliru. Aku pikir dia akan merasa
Judul diatas merupakan padanan Bahasa Indonesia[1]untuk karya klasik sosiolog Stanley Cohen “Folk Devils and Moral Panics” yang diterbitkan pertama kali
“Saya sangat sedih melihat tidak ada lagi yang tahu arti sesungguhnya dari [ritual] menenun”, ucap Mamak Dangai, seorang sesepuh Rumah
Memasuki abad empat belas masehi, Islam mulai menyebar di tanah Jawa bersamaan dengan berlalunya “gara-gara” atau semacam kekacauan kosmologis dimana
(*Puisi bisu: puisi yang tidak menjelaskan dirinya secara gamblang; puisi yang kurang mampu dipahami pembaca) Rumah-rumah Muumbi I dinding rumah-rumah
Rendra dikenal sebagai penyair pamflet – sajak-sajaknya menjadi nafas yang menghidupi oposisi bagi kemandegan rejim politik selama masa orde baru
Tulisan ini merupakan bagian awal dari trilogi kegelisahan yang akan kami urai satu-persatu. Kegelisahan yang berawal pada kesadaran bahwa apa
Sebuah negara yang menyatakan diri “demokrasi” harus memetakan ulang politiknya, setidaknya dalam kurun lima tahun sekali. Pemetaan tersebut dilakukan secara
“Gus, anak – anak pada bawa bas, gak?” tanyaku pada Agus lewat sms. “Wah, gak tahu, Gung. Coba tanya yang lain.” Jawaban yang sama juga
:tentang teori – yang [bisa saja] muncul diantara dua tegukan wiski Aku bikinin kopi yah Ga usah. Kok ga usah, ga