Menilik dari sebuah film sci-fi yang berjudul “Lucy” menarik kemudian untuk kita kaitkan dengan pertanyaan: apakah sifat dasar dari informasi? – karena dalam film tersebut sang tokoh digambarkan mampu mengakses seluruh pengetahuan alam semesta dikarenakan adanya rekayasa peningkatan kapabilitas otak yang disebabkan terserapnya obat CHP4 yang tak sengaja tertanam dalam dirinya sebagai korban perdagangan narkoba internasional. Dalam film besutan Luc Besson, [tampak] upaya persuasif sutradara dengan mengkompromikan sebuah hipotesa pergerakan informasi manusia dimana tujuan kehidupan [tidak lain] adalah menurunkan informasi (pengetahuan) ke generasi selanjutnya – dan bilamana habitat tidak mendukung, maka suatu spesies akan berupaya bereproduksi, melalui hubungan seksualitas.
Ada beberapa unsur kehidupan di dunia ini yang mungkin perlu kita dedah demi mendapatkan jawaban akan sifat dasar informasi sebagai conjenture agar hipotesis dalam film Lucy mampu dipahami, dan bagaimana kemudian film ini menarasikan konklusinya tentang fungsi kedihupan sebagai sarana (menurunkan) informasi. Dua hal yang terkait dengan informasi yaitu ruang dan waktu – keduanya merupakan entitas yang tak terpisahkan, sehingga mustahil membahasnya tanpa mengaitkannya. Dan juga karena keduanya hadir dalam satu titik tolak yang sama yaitu big bang.
- Waktu, dalam permahaman umum dianggap bersifat linear dengan selalu bergerak maju. Banyak film yang menggambarkan adanya kemampuan beberapa tokohnya untuk menuju masa depan (future) dan atau masa lalu (past), contohnya Doraemon dengan pintu kemana saja yang dimiliknya. Bagi para fisikawan, sampai sekarang masih menjadi pergulatan sengit memang apakah alam semesta bersifat singular ataukah paralel. Jika singular maka suatu kejadian hanya berlangsung sekali, karena waktu bergerak maju dan mustahil untuk mengulanginya. Namun sebaliknya jika bersifat paralel maka kita mampu berada di masa depan maupun masa lalu.
- Ruang, berubah seiring dengan berubahnya waktu. Merujuk pada big bang theory, ruang dan waktu muncul secara bersamaan ketika ledakan awal terjadi. Keduanya memang adalah dua substansi yang tak dapat dipisahkan. Dan bahkan kita tak dapat membuat distingsi yang jelas diantara mereka.
Pembacaan informasi melalui [pemahaman] ruang dan waktu memberikan kita gambaran bahwa ketiganya bekerlindan erat. Mendedah waktu menjadikan kita menghadapkan kita pada sebuah pertanyaan: apakah informasi bergerak linear seperti waktu yang dibayangkan oleh fisikawan, ataukah justru statis seperti halnya aliran lain dalam memandang waktu, dan bisa berpindah?. Sedangkan dalam kaitannya dengan ruang, informasi menjadi terdistingsi apakah telah inherit dalam satu kesatuan pejal dengan ruang, ataukah justru bertambah selaras dengan pertambahlebaran alam semesta disetiap detiknya. Sehingga informasi bersifat progresif, dan selalu ada pengetahuan baru yang tercipta.
Informasi sendiri, terlepas dari perdebatan linear ataukah sirkular, merupakan [hasil] progres dari pencarian data dalam cakupan alam semesta yang berkembang dengan pesat. Namun, perkembangan ini tidak kemudian menunjukkan bahwa informasi tersebut tidak ada sebelumnya. Belum teraksesnya informasi menjadikan kita (seakan-akan) adalah penemuan atas sebuah data baru – yang bisa jadi hanyalah upaya afirmasi terhadap data data lama.
Lalu, darimana kemudian manusia – sebagai entitas yang juga bagian dari dunia –, [dapat] mengetahui?. Apakah murni hasil dari melalui pengideraan terhadap kehidupan dunia sehingga pengetahuan kita terisi seperti bayangan tabula rasa ala John Locke. Ataukah informasi sudah inherit dalam diri manusia secara sempurna?. Berikut adalah upaya untuk memahami pergerakan informasi manusia – yang bisa jadi linear-progresif maupun siklikal-inherit – bisa kita elaborasi secara lebih mendalam lagi (dan semoga tidak bertambah absurd).
- Jika informasi bersifat statis, maka pergerakannya siklikal dan sudah inherit dalam alam semesta-termasuk dalam diri manusia. Jika demikian, seluruh apa yang ada di alam semesta sebenarnya telah terdeterminasi, karena data base alam semesta tersebut akan mempengaruhi perkembangan dari dirinya sendiri. Memang kita mengakui adanya hukum alam dalam kenyatan sehari-hari, namun perlu diingat bahwa ternyata manusia mampu menentukan apa yang ia inginkan-free will. Informasi awal bisa jadi telah ada namun kemudian upaya rekayasa terhadapnya bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Dan proses perekayasaan ini sebenarnya hanyalah hasil dari proses derivasi suatu sistem dasar, yang sama sekali tidak merubah sistem tersebut. Maka kita dapati dalam kehidupan sehari hari bahwa banyak orang yang mampu keluar dari determinasi determinasi kehidupan. Konsekuensi lain adalah manusia selalu sudah memiliki kapasitas yang sempurna untuk memahami dunia, upaya mengetahui hanyalah upaya memanggil pengetahuan yang telah inherit dalam mind Upaya pencocokan dengan dunia eksternal saja.
- Isi dari informasi tersebut tetaplah sama pada hakikatnya, namun setelah terelaborasi, isi informasi nampak menggembung. Sama seperti balon yang kita tiup, unsur balon tersebut tetaplah sama, walaupun nampaknya berbeda. Isi sajalah yang membedakan. Jika informasi bersifat linear maka sebenarnya kita memiliki probabilitas untuk mengakses hulu dan hilir dari aliran data data ini. Maka awal dan akhir dari perjalanan alam semesta akan diketahui. Dan pun jika manusia selalu menjadi kertas kosong ketika dilahirkan, maka upaya mengetahui adalah suatu upaya sia sia. Bagaimana tidak, ketika seluruh pengetahuan selalu progresif, apakah mungkin manusia mampu mengetahui sesuatu dimana alam semesta tetap bergerak[?].
Dalam film Lucy, dicitrakan tokoh bernama lucy mencoba mengakses seluruh basic information alam semesta agar diketahui oleh segenap manusia. Data tersebut merupakan data perjalanan alam semesta. Dan dalam film lucy digambarkan ia mampu mengakses seluruh pengetahuan alam semesta, menandakan informasi bersifat siklikal dan sudah inherit dalam alam semesta. Namun tetap terbuka kemungkinan pengetahuan di dunia ini bercampur – bergerak linear sekaligus siklikal dalam pergerakannya, dan inherit sedari dulu di alam semesta sekaligus progresif ke masa depan. Peliknya pemahaman mengenai informasi inilah yang menjadikan kenapa manusia hanya mampu mengaktifkan otaknya hanya sebesar rata-rata 12 persen – hal yang nampak ketika Lucy mampu mengakses seluruh informasi alam semesta, tubuhnya tak kuat dan meluruh menjadi tiada, awal dari alam semesta sebuah ketiadaan.
Konsekuensi dari kasus anomali yang terjadi pada Lucy adalah: ia menjadi immortal, dan tak perlu bereproduksi demi mempertahankan eksistensi informasi. Tujuan hidup adalah transfer knowledge. Dibuktikan dalam film tersebut bahwa fungsi dasar dari mahluk hidup hanyalah mentransfer data. Aktifitas makan, seks, berfilsafat, dan minum kopi hanyalah penghibur agar nantinya manusia tidak meratapi nasibnya yang tak lebih dari sekedar kabel data. Dan media terprimitif yang sudah selama ini berlangsung adalah dengan melakukan hubungan seks. Pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum yang kemudian menghasilkan individu baru yang membawa beban data perjalanan alam semesta.
Maka tidak heran jika kita menyaksikan dalam film tersebut Lucy mampu berkomunikasi lebih dari satu bahasa yang bahkan sebelumnya tak pernah ia pelajari – ini dikarenakan data genetik linguistik sudah terpintal dalam pilinan senyawa yang ada dalam gen tubuhnya. Hubungan seksual merupakan langkah sakral akan makna hadirnya manusia di alam semesta. Instrumen yang menghantarkan data milyaran tahun alam semesta. Dengan demikian, konklusi Luc Besson dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Manusia hanyalah kabel-kabel USB pentransfer data alam semesta. Duduklah sejenak diantara kabel-kabel galian Fiber Optic, mungkin anda bisa menemukan kesamaan dengan kabel-kabel tersebut.
Daftar Pustaka
Hawking Stephen ( 2010 ), The Grand Design, Bantam Books : New York
Catatan Editor:
Pertama, salah satu kebingungan yang muncul dari tulisan ini bermuara pada definisi operasional yang tidak jelas. Dalam dunia yang serba post ini, batasan kata, konsep, atau konstruk yang digunakan diperlukan untuk mengikat kata tersebut kedalam pengertian yang terikat oleh ruang dan waktu. Sering kali pengertian sebuah kata menurut seseorang berbeda 180 derajat dengan orang yang lainnya.
Kedua, pembedaan antara Sains dan Fiksi perlu diperjelas. Opini yang diutarakan penulis apabila bersumber dari orang lain dan bukan merupakan hasil dari riset sendiri perlu diutarakan untuk menghindari adanya pengambil alihan riset dari orang lain. Mengambil sesuatu yang sci-fi dan menjadikannya sebagai bukti is not ok.
Ketiga, profesi penulis yang bukan dalam bidang yang sama dengan pembahasan menimbulkan tanda tanya akan sumber pengumpulan informasi. Apakah dari riset pribadi, orang lain, atau semacam ilham dari mahluk gaib? oleh karenanya setiap hipotesis, atau teori sebaiknya dicantumkan sumbernya. Jika bekerja di LHC selama beberapa tahun okelah, tanpa quote dan sumber. Setidaknya secara sosial dapat diterima.
Keempat, sekian dulu..
Saat ini tengah mendalami filsafat di Universitas Indonesia