His is a vision of war without the consolation of chivalry, religion without mercy, and despair without redemption. Despite the ferocity of his critique, Goya retained a passionate empathy for the suffering he witnessed. (Waring and Fee, 2008, on Goya’ Los Desastres de la Guerra)
Perang dapat diingat dalam dua bentuk: kemenangan dan kehancuran. Invasi Napoleon ke Spanyol, atau dikenal juga dengan sebutan Perang Peninsula yang berlangsung pada kisaran 1808-1813, memberikan contoh ekstrem atas transmisi realitas perang yang berdiri di atas kedua polar oposisi tersebut. Dari pihak Perancis, Napoleon selalu menyertakan tim seniman profesional untuk melukis adegan heroik dalam setiap pertempuran dan menunjuk Menteri Kesenian (Minister of the Arts) agar lukisan yang dibuat sesuai dengan tujuan pencitraan perang. Sedangkan dari pihak Spanyol, terdapat pelukis Francisco Goya yang walaupun telah memasuki usia senja (lebih dari 60 tahun), secara sukarela telah merekam jejak peperangan di setiap penjuru negerinya. Puncak heroisme Napoleon dirayakan dalam lukisan Jacques-Louis David berjudul Le Sacre de Napoléon (the Coronation of Napoleon); bersandingan dengan lukisan megah tersebut adalah sketsa Goya yang menghadirkan eksposisi wajah kengerian perang yang sarat kekejaman, kelaparan dan keputusasaan. Adapun ulasan kali ini akan menyoroti bentuk kedua, yaitu bencana perang dari sudut pandang Goya–karena bagaimanapun, saya tidak begitu tertarik untuk membahas seni dalam kapasitasnya sebagai media propaganda semata. Kumpulan sketsa Goya, yang diberi judul Los Desastres de la Guerra (The Disasters of War) bergerak di luar sekat politik ataupun identitas karena ia menyasar sisi keganasan serta kemanusiaan perang yang dialami kedua belah pihak. Ia menyatakan dalam pengantar sketsanya (Goya dalam Bouvier, 2011): “You who are about to turn these pages, be ready to look at the face of human suffering and the horrors of war”. Sejak awal, Goya mengadopsi sikap yang bertolak belakang dari bentuk propaganda dengan menolak pendekatan heroik, pengorbanan atas dasar negara, ataupun perayaan kemenangan. Karyanya berpusat sepenuhnya pada pribadi manusia yang tenggelam dalam pusaran perang. Wajah dalam sketsanya adalah wajah-wajah tanpa nama–tapi justru anonimitas berfungsi layaknya cermin bagi siapa pun yang memandang. Goya membuat total delapan puluh sketsa selama perang berlangsung; namun, walaupun disebut-sebut sebagai maestro yang mewakili “consequencias fatales” (konsekuensi mematikan) warga Spanyol dalam mempertahankan kemerdekaannya, sketsa Goya tidak dapat segera dipublikasi karena dipandang terlalu gelap untuk standar estetika. Kala itu, karya seni bertema perang hanya terbatas pada penggambaran kematian seorang pahlawan untuk mewakili pandangan perang yang positif, indah, dan mulia. Mayoritas lukisan perang memiliki kualitas moral dan hanya menyisakan sedikit ruang untuk penderitaan (Bouvier, 2011). Oleh karena daya dobraknya, Los Desastres de la Guerra dinyatakan sebagai “the greatest and among the first anti-war manifesto in the history of art” (Robert Hughes dalam Waring dan Fee, 2008) dan harus menunggu 20 tahun untuk dapat dipublikasikan (lama setelah sang maestro meninggal dunia). Kini sketsa bencana peperangan Goya menjadi inspirasi bagi gerakan estetika anti-perang setelahnya, termasuk lukisan terkenal Guernica karya Picasso. Dua abad berselang, sketsa Goya layaknya cermin dari masa lalu: refleksi realitas, dengan tambahan retakan di sana-sini, karena ternyata manusia tidak banyak berubah.
Beberapa Sketsa Los Desastres de la Guerra: Kritik Anti-Perang Goya
Sumber Gambar: Wikimedia commons
Sumber Bacaan:
Bouvier, P. 2011. ‘Yo Lo Vi’. Goya Witnessing the Disasters of War: An Appeal to the Sentiment of Humanity. International Review of the Red Cross, 93(884), hal. 1107-1133
Connell, E.S. 2004. Francisco Goya. New York: Counterpoint.
Goya, F. 1863. The Disasters of War: Collection of Eighty Plates Drawn and Etched. Madrid: Royal Academy of Fine Arts of San Fernando.
Waring, B. & Fee, E. 2006. The Disasters of War. American Journal of Public Health, 96 (1), hal. 51.
kontak via editor@antimateri.com