Romantisme Dylan

“To make you feel my love,’ Bob Dylan said.
“What a bullshit, Bob!” I said that …

Dylan Sang Pembohong Ulung (Mukadimah Ala Kadarnya)

Apa yang anda harapkan dari seorang penyanyi folk berdarah Yahudi bersuara parau bernama Robert Allen Zimmerman alias Shabtai Zisl ben Avraham atau Bob Dylan atau siapalah itu!. Dia menyanyi dengan lirik puitis tentang banyak hal, kebanyakan tentang mimpinya. Narsis. Di masa muda, Dylan yang saya anggap sebagai pembohong besar ini menyuarakan banyak hal yang dapat dilihat dari lirik lagunya yang filosofis, tak mudah dicerna, tapi dapat dinikmati dengan mudah karena petikan gitarnya yang murahan tapi juga kompleks dan harmonikanya yang memekik tinggi. Ya, saya menulis Dylan dengan cara yang sinis, dan Dylan tidak lebih dari sekedar ‘copy cat’ dari Woody Guthrie. Penipu ulung yang berteman dan numpang hidup di tempat Dave Van Ronk.

Saya mendengar Dylan bernyanyi ketika berkunjung ke sebuah perpustakaan di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Saat itu, sebuah cd audio bajakan Dylan berputar mengeluarkan lagu yang judulnya ‘Blowin’ in the Wind’ dari album ‘The Freewheelin’ album keduanya setelah Bob Dylan (1962) – yang rilis pada Mei 1963. Dylan adalah penipu ulung dari sudut pandang saya, karena akhirnya saya tahu jika “Blow in the Wind” tidak lain hanya improvisasi dari lagu tradisional para budak berjudul ‘No More Auction Block’, yang dinyanyikan Dylan di album The Bootleg Series Volume 1 (rilis 26 Maret 1991). Tapi apa mau dikata, saya terlanjur jatuh cinta kepada Penipu Ulung ini, dengan suaranya yang pas-pasan dia bernyanyi tentang bagaimana kehidupan berjalan, manusia yang hidup dalam ego masing-masing.

Dylan kembali berbohong dengan mengatakan apabila Blowin in the Wind bukanlah lagu protes, padahal lagu ini jadi lagu yang terkenal tentang protes. Dylan tidak salah, sebab lagu itu bukanlah soal protes, tapi lebih kepada kekecewaan, atau entahlah. Dylan asal berbicara, jadi jangan mudah percaya dengan apa yang dibicarakannya atau yang dinyanyikannya. Sebab Dylan tidak ingin orang lain memujanya dan mengikuti jejaknya, sebab pria berambut ikal yang lahir pada 24 Mei 1941 itu [hanya] ingin melihat orang menjadi dirinya sendiri.

Sudahlah, Dylan adalah Dylan, dia punya pandangan sendiri, jangan ikuti dia, dan jadilah diri anda sendiri. Just be own your own!

Dylan ‘Si Playboy’

Mukadimah yang terlalu panjang, dan saya tidak ingin membeberkan Dylan secara filosofis, tapi lebih ingin bercerita tentang romantisme Dylan sebagai seorang playboy. Playboy yang tercermin dari lirik lagu cinta yang ia tulis. Ia teramat gombal ketika menyanyikan lagu cinta, tapi sekaligus sadis ketika menolak cinta yang datang.

Dengarkan ‘To Make You Feel My Love”, disini Dylan menulis lirik puitis yang gombalnya setengah mati!. Memaksakan seseorang untuk mendapatkan orang yang dicintanya. Berhati-hatilah dengan kegombalan yang diumbar Dylan, sebab anda hanya akan merasakan sakitnya patah hati.

‘I could make you happy, make your dreams come true
There’s nothing that I would not do
Go to the ends of the Earth for you
To make you feel my love’

Ya Tuhan, jika anda seorang pria dan menyanyikan lagu ini dihadapan wanita yang menyukai anda, maka ia akan semakin menyukai anda. Kegombalan Dylan memang luar biasa. Padahal, kenyataannya, hampir mustahil anda dapat merealisasikan lirik tersebut. Life is cruelest thing in this whole fucking universe, nothings can deserve perfectnest, because only God can deserve perfectness. Sekali lagi, jangan termakan romantisme yang ditawarkan Dylan.

Belum lagi lagu ‘Emotionaly Yours’ yang ada dalam album ‘Empire Burlesque’ (1985). Dylan menulis sebuah lirik berbunyi ‘I could be dreaming but I keep believing you’re the one I’m living for / And I will always be emotionally yours’. Dia menulis lirik ini ketika berusia 56 tahun, orang tua yang tengah kasmaran atau apa, pubertas tahap kedua?

Dylan memang terkenal menulis lagu bertema protes (menurut para pakar), atau anti-kemapanan. Mengkritik golongan kelas atas dengan segala kemewahannya. Tapi, Dylan teramat romantis dengan lagu-lagu cintanya yang gombal setengah mati – dengan lagunya, Dylan berbagi tentang bagaimana cara mencintai seseorang yang – tentu saja – kita cintai.

Namun Dylan adalah pecinta yang sadis. Tidak kompromi dengan ketidak-berhasilan sebuah hubungan. ‘It ain’t me, babe’, kata Dylan dengan tegas. Lirik itu ada dalam album Another Side Of Bob Dylan (1964). Tanpa tendeng aling-aling, Pria yang kini telah berusia 72 tahun itu membisikan dengan tegas apabila tidak ada pecinta yang sempurna, jadi pergi saja bagi siapa pun yang mengharapkan kesempurnaan.

Sialnya, ketika lagi asyik-asiknya menikmati sisi romantis Dylan yang jauh dari hiruk pikuk kebobrokan dunia ini, anda (atau hanya diri saya sendiri) [justru] secara halus digiring Dylan untuk memikirkan kegilaan di dunia ini. Tentang bagaimana caranya bisa mencintai seseorang ditengah dunia yang kini mengagung-agungkan materi. Mencinta dengan ketidakmapanan, tapi tidak seratus persen anti-materi.

Keterangan:
* Diedit seperlunya oleh tim redaksi tanpa mengubah konten

Sumber gambar: sotostore

Artikel ini tidak sepenuhnya merefleksikan opini editor ataupun direksi antimateri. Untuk mengontak penulis dapat menghubungi Ahmad Ganda (gandaelhuda@gmail.com)

Share on:

1 thought on “Romantisme Dylan”

  1. menarik, saya juga suka dengar lagu2 Bob Dylan, lagunya yang banyak memenuhi hard disku, spesial Visions of Johanna, lagu yang dibikin karena rindu, karena kebanyakan lagunya kalau bukan sedih yah kayak orang marah-marah (ekspresif), itu sih pendapat versi sy yang penikmat awam, dengan bahasa inggris yang menyedihkan. dan… setelah berulang-ulang mendengar lagu yang kesannya marah2 itu (mis : like a rolling stone), kok kesannya malah kayak nyindir dirinya yah di lagu itu (???)

Leave a Comment