Pisang dan Ironi Kemasan Kaleng

Ironi, tidak pernah dikonsumsi massal sebelum Andy Warhol, sang pencetus gerakan pop art, mengemasnya dalam kemasan kaleng[1]. Ironi-ironi kemasan kaleng kemudian menyebar begitu cepat layaknya gerai kopi kontemporer di setiap sudut jalan – dengan cara menikmati yang juga penuh ironi. Dengan penyebaran yang massif, ironi memenuhi setiap ruang gerak: tercetak di kaos, cangkir, tas, di layar televisi, bahkan di graffiti jalanan. [Seni] ironi yang pada awalnya diangkat Warhol sebagai sebuah pembaharuan gerakan seni – dengan menghadirkan pengabaian orisinalitas atas benda yang tidak lagi orisinal –, menjadi ironi dalam bentuk yang banal ketika masyarakat memakan simbol mentah-mentah. Dalam lukisan-lukisannya, Warhol mencoba menggambarkan kondisi ini secara nyata. Melalui berbagai media dan gambar yang mudah untuk dicetak ulang – salah satu icon-nya adalah lukisan botol coca cola –, Warhol berbicara tentang bagaimana representasi kuasa direpetisi dengan begitu mudahnya. Dari sini kita bisa melihat, bahwa si jenius Warhol, tidak melukis di atas kanvas, tapi di atas pola permisifitas masyarakat terhadap kuasa yang dicetak (ulang) disekelilingnya – sebuah pukulan sinisme tepat di depan mata.

Terlepas dari suguhan ironi bertubi-tubi yang muncul dalam karya Wahol, salah satu lukisannya kemudian memiliki tempat tersendiri dalam dunia musik rock. Lukisan tersebut adalah lukisan pisang – dalam bentuk harfiah – yang dijadikan sampul pada album debut Velvet Underground (Velvet Underground and Nico, 1967)[2]. Selain dari reputasi Warhol, lukisan pisang tersebut menjadi begitu terkenal seiring dengan kualitas musik Velvet Underground – pisang yang menjadi simbol dari persinggungan dunia bawah tanah New York yang diisi para artis dan musisi avant-garde. Album Velvet Underground and Nico sendiri dijuluki “the most prophetic rock album ever made” oleh majalah Rolling Stone – apapun maksudnya, namun tak ayal jika dikatakan bahwa album ini merupakan sebuah penanda jaman.

Potret masyarakat Amerika pada akhir 1960-an disajikan dengan jelas dalam beberapa lagu pada album ini – sebuah gerakan politik yang berujung pada mass “trippy trip” with the white lady dalam lagu epic Heroin dan I’m Waiting for the Man, atau konsumerisme akut dalam All Tomorrow’s Parties, bahkan kecenderungan sadomasochis yang disembunyikan rapat-rapat di balik pintu, mereka angkat dalam Venus in Furs. Keterlibatan Warhol dalam pembuatan album ini – dan juga album/proyek Velvet Underground lainnya – bukan sebatas pengisi lukisan sampul, tapi Warhol merupakan manajer/produser dan otak dibelakang kesuksesan publikasi Velvet Underground. Melalui tangan artistik Warhol, Velvet Underground mendapatkan perhatian dari publik luas, khususnya melalui kolaborasi awal mereka berupa tour bertajuk Exploding Plastic Inevitable (1966-1967). Dengan sentuhan Warhol, Lou Reed bersama Velvet Underground, pada akhirnya menjadi band proto-punk yang disegani dan seringkali menjadi hantu [ironi] bagi band-band setelahnya – yang seringkali tampil begitu sangar namun lemah secara musikal ataupun konseptual.

Lucunya, sebuah ironi kembali muncul 40 tahun kemudian setelah dirilisnya album Velvet Underground dengan karya Warhol disampulnya. Lou Reed, belakangan mengajukan tuntutan legal kepada The Andy Warhol Foundation, sebuah yayasan yang berwenang untuk menjaga karya-karya warisan Andy Warhol. Tuntutan tersebut didasarkan pada penjualan hak cipta lukisan pisang tersebut oleh The Andy Warhol Foundation untuk dijadikan salah satu seri (buah-buahan) pada cover iPad. Wajar jika Lou Reed marah atas tindakan yayasan tersebut, karena bayangkan saja: icon identitas band pengusung proto punk/eksperimental rock dengan lirik-lirik yang dikenal provokatif dan prophetik, akan disandingkan dengan produk kalengan elektronik yang hanya menjadikan lukisan tersebut sebagai sarana pemasaran. Tapi dibalik kemarahan Lou Reed, kejadian ini merupakan sebuah lelucon lucu, bahwa sindiran Warhol pada masyarakat terhadap pola permisif akan repetisi kuasa – kuasa pasar dalam konteks ini – kembali terlihat jelas didalamnya. Tindakan penjualan tersebut dapat kita lihat dari dua sisi –si pengelola yayasan kembali melakukan sindiran terhadap pasar seperti yang dilakukan Warhol, atau secara tidak sadar telah menjadi objek sindiran dari pemikiran tokoh yang diwarisinya. Terlepas dari semua itu, untunglah dalam kasus ini Lou Reed memenangkan gugatan sehingga pisang iconic tersebut lepas dari ancaman dikenang sebatas “ironi dalam kemasan kaleng [elektronik]”.

Keterangan tambahan:
[1] Salah satu karya terkemuka Warhol adalah lukisan untuk “Campbel’s Soup” yang hanya menampilkan gambar kemasan kaleng (1962)
[2] Selain Pisang pada sampul album Velvet Underground, Warhol juga mengerjakan sampul album beberapa artis lain, diantaranya album Rolling Stone (Sticky Finger), John Cale (The Academy Peril) dan Honi Soit.

Share on:

Leave a Comment