Yang Galau Yang Meracau

Ini adalah sebuah ulasan singkat tentang buku filsafat dan spiritual yang berjudul ‘Yang Galau Yang Meracau’ karya Fahd Djibran yang dibuat oleh kawan kita Rakhmad, seorang pengembara yang sekarang sedang studi di Universitas Subang. Ia menemukan sesuatu yang menarik dari buku ini:

Percayalah, kadang-kadang menjadi galau itu perlu! seperti menemukan bak mandi yang kotor dan dipenuhi lumut, kemudian kita merasa tidak nyaman dan ingin membersihkannya—menjernihkannya.

Begitulah pesan Fahd Djibran dalam pengantar bukunya yang berjudul ‘Yang Galau Yang Meracau : Curhat (Tuan) Setan’. Pesan itu  barangkali mirip dengan nasihat-nasihat yang sering ditulis dalam buku motivasi. Tetapi  percayalah buku ini bukan sekedar buku motivasi yang memuat sekumpulan nasihat yang klise. Buku ini lebih daripada itu . Buku ini berusaha menjelaskan tema-tema filsafat dan spiritualitas secara mudah dicerna dan menarik.

Melalui racauan galau sederhana ini kita akan di ajak oleh penulisnya, Fahd Djibran, untuk melakukan pengembaraan pemikiran. Dan tentunya dengan tema-tema filsafat dan spiritualitas yang barangkali selama ini sering membuat kita galau: hidup, cinta, iman, dosa, dan Tuhan. Kurang lebih tema-tema seperti itulah, dengan berbagai turunannya, selalu menjadi sentral dalam pemikiran dan perenungan kita sehari-hari. Dan tulisannya akan semakin kuat ketika diselipi beberapa puisi dan lirik lagu yang sesuai dengan tema. Dari mulai puisi Saut Situmorang sampai Mustofa Bisri, dari lirik lagu liris Lenka sampai lirik lagu filosofis Nickelback.

Mungkin motif buku ini hampir sama dengan novel filsafat Dunia Sophie yang berusaha menjelaskan filsafat dan spiritualitas secara sederhana. Bedanya, buku ini tak setebal Dunia Sophie, dan tak punya alur cerita dan penokohan yang jelas. Fahd memang mengakui tak pernah memilih genre untuk bukunya ini, karena ia lebih berfokus pada efek pikiran dan perasaan yang diterima oleh pembacanya. Fahd menyebut bentuk tulisannya ini sebagai ‘puzzle pikiran’. Lewat tulisannya ini, pembaca bisa menemukan berbagai macam tafsir, sehingga pembaca bisa meyulam benang ceritanya sendiri. Dan pembaca pun tak perlu membacanya secara berurutan, bisa dibaca secara acak.

Dialog dengan setan

Pada bagian pertama buku ini, pembaca akan disuguhi dengan beberapa cerita menarik yang membahas tentang dialog Tuan Setan dengan salah seorang tokoh yang bernama Rayya. Kehadiran Tuan Setan dalam buku ini menarik karena Setan dalam buku ini tak di gambarkan sebagai sosok setan pada umumnya. Ia tak menggoda, tak jahat, tak licik, tetapi sebaliknya, ia digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, tetapi disatu sisi dia juga sering memprotes tingkah laku manusia yang kebablasan dan sikap manusia yang selalu menjadikan setan sebagai kambing hitam dari setiap kesalahan-dosa yang diperbuat oleh manusia.

Apa ini salahku? Seperti kata mereka,”katanya lemas.” Rasanya, aku tak pernah secara spesifik meminta mereka berbuat sekeji dan sejahat itu. Mereka terlalu kreatif merespon godaanku, tafsir mereka terlalu liar atas apa saja yang kubisikkan pada telinga mereka. Faktanya, aku hanya berkata, “Sahabat Super yang aya cintai, bangkitkan sisi negatifmu. Lalu lihat apa yang yang akan terjadi!

Mendefinisikan Tuhan secara sederhana

Pada mulanya Allah menciptakan Cahaya Maha.” Lalu dari “Cahaya Maha” itu, Allah menciptakan Pena (Al-Qalam)… Lalu dari Al-Qalam Allah menciptakan aq ( Asy-Syaikh menyebutnya sebagai “akal universal”). Sampai di sini, dengan meminjam penjelasan beliau, kalau akal adalah himpunan di level ketiga setelah Allah (sebagai himpunan terbesar tak berbatas)… Bagaimana caranya ya kita biasa bahwa Allah harus masuk “akal” ?

Dalam bab berikutnya, Fahd juga berbicara tentang bagaimana kita bisa mendefinisikan Tuhan dengan akal. Fahd tak berusaha memberikan jawaban dalam hal ini, ia hanya ingin mengentakkan kesedaran kita tentang zat Tuhan. Ia kembali memakai teori-teori yang sudah ada, dan tentunya diolah dengan bahasa sederhananya sendiri. Itu terlihat ketika ia meminjamkan model penjelasan Syekh Abdul Qadir Jaelani dalam kitab Sirur Asrar.

Spiritualitas dan filsafat dalam satu kemasan menarik

Kepiawaian Fahd Djibran dalam mengolah tema-tema filsafat dan spritualitas yang seringkali rumit dengan kata-kata yang sederhana memang bisa mengundang decak kagum. Pantas saja jika DEE ( Dewi Lestari )—creator novel laris supernova itu sempat mengutarakan kekagumannya lewat tulisan diblognya. DEE pernah berujar bahwa kepekaan Fahd terhadap bahasa dan kesadaran spiritualitas, berada diatas rata-rata orang pada umumnya. Barangkali saya berlebihan ketika menggambarkan buku ini, atau ketika menyebut buku ini adalah buku filsafat dan spiritualitas, tetapi kemampuan Fahd dalam  mengolah tema-tema tersebut dalam kemasan yang menarik dan sederhana memang harus diakui. Anda bisa membuktikannya sendiri setelah anda membacanya. Saya jamin, anda akan meracau tidak keruan ketika membacanya.

Share on:

7 thoughts on “Yang Galau Yang Meracau”

  1. Iya teh Aliyuna, mohon bantuan dan arahannya ya 😀 jujur, saya masih awam sama buku hehe ( maklum maba #eh ). Sekarang lagi kecanduan sam Haruki Murakami & Budi Darma. Wah, puisi “Saut kecil berbiacara dengan Tuhan” kah? Iya, itu kesan Marxisnya juga dominan hehehe

Leave a Comment