Georgia on My Mind: Alih Warna/Alih Media

Georgia.
Georgia yang jauh disebut dalam nyanyinya.
Istrinya masih di sana
Setia tapi merana
Anak-anak Negro bermain di selokan
tak krasan di sekolah
(W.S. Rendra, Blues untuk Bonnie)[1]

Dalam penggalan puisi di atas, Rendra menghitam dalam nuansa blues yang kental. Lagu Georgia on My Mind, ia pilih untuk melengkapi alusi lirih Blues untuk Bonnie – dan terlahir-lah puisi hitam Rendra paling terkenal yang senantiasa memberikan para pembaca “sebuah tendangan jitu tepat di perutnya”[2]. Puisi ini digambarkan lahir pada sebuah malam celaka di sebuah cafe kumuh pinggiran Boston – sedang di atas panggung, seorang Negro mengisi udara yang sekarat dengan nyanyian tentang kampung halamannya, Georgia: “Georgia yang jauh disebut dalam nyanyinya”. Melalui puisi ini Rendra berhasil memotret lintasan sejarah rasisme – Negro yang kesepian menyanyikan blues sekedar untuk memendam kecewanya pada dunia, karena di dunia yang usang ini, mereka tak berdaya. Rendra – dan kita para pembaca – pada akhirnya akan menaruh simpati pada potret ini, karena walau tidak memiliki warna sekelam Negro, kita tahu bahwa dunia memang telah usang adanya.

Terdapat dua kekuatan yang membuat puisi Blues untuk Bonnie terasa begitu menohok. Pertama, – tentu saja – kekuatan [pemilihan] kata-kata Rendra yang membawa kita memasuki sebuah Cafe Blues di Boston – dan lebih jauh berkelana dalam nostalgia tentang Georgia dengan gubug-gubug kumuh tanpa jendela. Dalam puisi ini, Rendra berbicara lebih banyak daripada jumlah kata yang ia gunakan – karena apa yang kemudian kita dapatkan (atau rasakan) adalah jejak pergumulan rasisme yang tercecer selama lebih dari tiga abad. Kekuatan keduanya terletak pada pemilihan lagu: Georgia on My Mind, – lagu ini membuat atmosfer cafe dengan kepulan asap rokok kelabu semakin nyata di hadapan kita. Dan dalam Blues untuk Bonnie, kita dapat melihat bagaimana Rendra menggunakan lagu ini sebagai gerbang bagi narasi dan juga alusinya.

Georgia on My Mind sendiri merupakan sebuah lagu yang memiliki ceritera cukup panjang – namun ketika di bawakan dalam struktur blues, ia menjelma menjadi kekuatan lirih yang begitu menggetarkan. Salah satu versi blues terkenal dari Georgia on My Mind dibawakan oleh Spencer Davis pada tahun 1967 – versi blues lah yang kemudian digunakan oleh Rendra dalam Blues untuk Bonnie, walau jika dibandingkan dengan gubahan Spencer Davis, Rendra mengangkat blues yang lebih kental dan lebih kelam.


(Georgia on My Mind, Spencer Davis Group)

Namun, dibalik makna rasisme yang diangkat Rendra melalui Georgia on My Mind, ternyata kelahiran lagu ini sendiri sangat jauh dari narasi rasisme. Georgia on My Mind adalah sebuah lagu pop berbalut jazz karya seorang komponis (populer) Hoagy Charmichael dan lirik yang digubah oleh Stuartt Gorrell – keduanya adalah musisi kulit putih yang duduk secara mapan dalam industri musik. Dari fakta ini muncul sebuah perbedaan makna mendasar, Georgia on My Mind yang pada puisi Rendra berwarna kelam dan mengalir tanpa daya di sebuah cafe, ternyata memiliki makna lain bagi penulisnya sendiri: Georgia bukannya mengacu pada sebuah kota penuh nostalgia, tapi nama adik Hoagy, Georgia Charmichael – dan untuk gadis tersebutlah Stuartt Gorrell menggubah lirik Georgia on My Mind.


(Georgia on My Mind, Hoagy Charmichael)

Jika kita membandingkan kedua versi (dan interpretasi) diatas, muncul sebuah kenyataan menarik: bahwa lagu yang sama ternyata dapat menimbulkan efek emosi yang berbeda. Dan beragam pembawaan ulang Georgia on My Mind telah membawa lagu ini berkelana jauh melampaui warna musik dan bahkan melampaui bentuk media – karena oleh Rendra, lagu ini dibawakan ulang dalam bentuk puisi. Karir lagu ini dalam dunia musik sendiri sangat mentereng, sederet musisi telah membawakannya dengan berbagai interpretasi personal, diantaranya adalah: Billy Holiday sang ratu muram, Dave Brubeck sang pianist handal, Django Reindhart sang maestro jazz, Van Morrison dengan getaran emosi musisi pengelananya yang khas, bahkan Bing Crosby merekamnya dalam dua versi – membuat Georgia on My Mind berhasil menjelma dalam berbagai warna [musik].

Namun versi paling terkenal dari Georgia on My Mind dibawakan oleh Ray Charles yang terangkum dalam album The Genius Hits the Road (1960) – versi ini bahkan mengalahkan kepopuleran dari versi yang dibawakan oleh penulisnya sendiri. Keberhasilan Ray dalam menggubah ulang lagu ini terletak pada kedalaman emosi yang ia tuangkan. Georgia – sebagai sebuah kota, dan bukan nama gadis – merupakan kota kelahiran Ray Charles, sehingga sedikitnya dapat kita simpulkan bahwa perubahan interpretasi Georgia sebagai bangun nostalgia berasal dari gubahan (dan interpretasi) ini. Selain dari alih interpretasi di atas, perubahan drastis juga tergambar ketika lagu ini digarap ulang oleh tangan dingin Ray Charles – struktur pop-jazz ringan lantas dibuat begitu kelam melalui sisipan struktur blues dalam permainan pianonya dan pada ritme bass pengiring – sebuah perubahan mendasar yang menjadikan Georgia on My Mind berubah warna: dari putih menjadi (begitu) hitam.


(Georgia on My Mind, Ray Charles)

Perjalanan alih genre, alih warna bahkan alih media yang dilalui Georgia on My Mind begitu menarik untuk ditelusur. Sebuah proses yang pada akhirnya memberikan anti-tesis pada pandangan umum yang menyatakan bahwa kehebatan sebuah lagu terletak pada kemampuan si penulis dalam menyampaikan gagasannya – yaitu apabila pendengar merasakan, bahkan mampu memahami maksud dari lagu tersebut[3]. Namun ternyata hal ini tidak berlaku pada Georgia on My Mind – karena kita bisa melihat dengan jelas bahwa makna dan interpretasi lagu ini berjalan jauh melampaui dari apa yang dimaksud oleh penulisnya sendiri. Sehingga pengakuan terhadap kehebatan sebuah karya dapat hadir melalui pandangan lain, yaitu ketika ia bisa muncul secara berulang-ulang dalam berbagai bentuk dan ruang waktu – sebuah persistensi untuk mengisi kekosongan emosi dari suka atau duka yang dialami umat manusia – sebagaimana dikatakan Rendra pada akhir puisinya: “Setelah begitu jauh melarikan diri, masih saja Georgia menguntitnya” – dan sebuah karya hebat, akan menguntit [kita] hingga akhir jaman.

Keterangan:
[1] Rendra, W.S., 2013, Blues untuk Bonnie: Kumpulan Sajak (edisi keenam), Pustaka Jaya, Bandung (hal: 15)
[2] Penggalan baris dari puisi Rendra, Blues untuk Bonnie
[3] Dunga, J.A., dan L. Manik, 1952, Musik di Indonesia dan Beberapa Persoalannya, Balai Pustaka (hal. 15)

Share on:

Leave a Comment